Register Now

Login

Lost Password

Lost your password? Please enter your email address. You will receive a link and will create a new password via email.

Send Message

Add post

Add question

You must login to ask question.

Socrates, Korban Dari Voting

Socrates adalah seorang pemikir lintas disiplin ilmu yang hidup pada rentang tahun 499-369 sebelum masehi. Selama hidupnya beliau habiskan di daerah yang katanya paling tinggi peradabannya saat itu, Athena ,Yunani.

Di usianya yang mencapai  70 tahun-an Socrates dihukum mati. Sebuah hukuman yang lazim saat itu untuk seseorang yang menentang kekuasaan. Padahal, umurnya yang setua itu mungkin sudah tidak produktif lagi.

Lalu apakah hukuman mati bagi Socrates disebabkan kecemburuan penguasa karena pengikutnya semakin banyak sehingga hukuman mati itu wajib diberika padanya?

Atau murni karena keilmuannya yang bisa mempengaruhi banyak orang sehingga orang orang bijak saat itu menjadi tidak dianggap bijak lagi?

Atau alasan lain yang kita tidak ketahui sampai saat ini?

Apapun sebabnya, mari kita bahas bagaimana pengambilan keputusan hukuman mati tersebut diambil.

Hukuman mati Socrates katanya ditentukan dengan voting yang melibatkan 500 orang. Hasilnya 280 setuju Socrates dihukum mati, 220 lainnya tidak.

Terhadap  cara pengambilan keputusan  yang dilakukan secara voting, Socrates sebetulnya tidak setuju.

Ketidaksetujuannya dapat kita lihat saat beliau berdialog dengan orang lain yang mana hasil dialog ini tertulis dari buku karya muridnya, Plato, Xenophone.

Kesimpulan dari dialog tersebut adalah membiarkan orang yang tidak punya skill dalam mengambil keputusan adalah sama tidak bertanggung jawabnya dengan membiarkan orang yang tidak punya skill dalam berlayar tetapi dijadikan nakhoda kapal.

Jadi, sungguh berbahaya jika cara pengambilan keputusan hanya didasarkan kepada hasil voting dari orang orang yang sebenarnya tidak kompeten dalam membuat keputusan.

Sejarah kelam kematian para pemikir tidak lantas merubah cara pengambilan keputusan di sana. Murid dari muridnya saja, Aristoteles masih menerima bagaimana kejamnya kekuasaan.

Sungguh beruntung jika  saat ini kita masih bertanya kepada guru/ustadz/ulama ketika mengambil keputusan. Karena ustadz adalah pewaris para nabi.

Sumber : me.me

Demi waktu, semua manusia itu rugi.

About Riad Taufik Lazwardiexcellent

"In the middle of difficulties lies opportunities"

Follow Me

Leave a reply